Minggu, 17 April 2011

Ibu, Wanita yang Mulia


Ibu adalah wanita yang mulia karena ibu melahirkan, membesarkan, dan mendidik kita. “Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah”. Arti dari peribahasa tersebut adalah kasih sayang yang diberikan seorang ibu kepada anaknya tidak akan pernah hilang dan tiada batasnya. Setelah sembilan bulan ibu mengandung kita dalam rahimnya, ibu memertaruhkan nyawanya saat melahirkan kita. Dan perjuangannya tidak berhenti sampai disitu karena ibu memiliki tugas berat lainnya yaitu membesarkan dan mendidik kita hingga dewasa. Jasa seorang ibu tidak ternilai harganya dan semuanya dilakukan dengan senang hati tanpa mengharapkan imbalan, seperti dalam lagu Kasih Ibu berikut.
Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya
Menyinari dunia

Sejak adanya emansipasi wanita, kini banyak ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah. Tugas dan kewajibannya pun bertambah berat karena selain harus mengurus keluarganya, seorang ibu yang bekerja juga harus mengurus pekerjaannya. Salah satu contoh ibu rumah tangga yang bekerja adalah ibuku.
Sebagai seorang pegawai negeri sipil yang diwajibkan pukul 07.00 harus sudah sampai di kantor, setiap hari ibu bangun tidur pukul 03.30. Ibu  memulai aktivitasnya dengan memasak agar kami sekeluarga tidak kelaparan. Kemudian ibu berangkat bekerja pukul 05.30. Setelah bekerja, ibu kembali ke rumah pukul 17.00 dan pekerjaan rumah tangga lainnya menanti untuk segera diselesaikan oleh ibu. Begitulah rutinitas ibu setiap hari.
Setiap malam saat aku melihat ibu sedang tidur, aku bisa melihat dari wajahnya betapa lelahnya ibu hari ini. Semakin bertambah tua usianya, semakin berat rasanya bagi ibu untuk melakukan tugas-tugasnya. Ingin sekali aku membantu meringankan bebannya. Dulu sewaktu aku masih kecil, aku membenci tugas yang ibu serahkan padaku, yaitu membersihkan rumah seperti menyapu dan mengepel karena hal itu mengurangi waktu bermainku dengan teman-teman. Tetapi setelah aku memahami mengapa ibu menyerahkan tugas itu padaku, kini aku melaksanakannya dengan senang hati. Karena sebagai anak, kita harus melakukan apa yang bisa kita kerjakan untuk membantu meringankan tugas ibu karena tugas seorang ibu tidaklah ringan apalagi bagi yang memiliki ibu yang bekerja, sama diriku.

Minggu, 03 April 2011

Terima Kasih Bu Mus

Matematika?? TIDAAAAKKK!!!!
Dahulu itulah yang aku katakan ketika mendengar namanya. Aku begitu membencinya karena bagiku matematika adalah pelajaran yang sulit. Ketika aku masih kelas 3 atau 4 SD, setiap ada pelajaran matematika, guruku pasti memberikan PR dan aku tidak bisa mengerjakannya. Dan ketika aku mengerjakannya di rumah, semakin bapak menjelaskan materi kepadaku, semakin aku tidak mengerti sehingga jika batas kesabaran bapak sudah habis, beliau akan memarahiku dan mengatakan, “Bodoh kamu!” Bahkan tidak segan-segan bapak akan menjentulkan kepalaku ke lantai karena pada waktu itu aku belajar membungkuk di lantai tanpa meja. Dan aku pasti langsung meneteskan air mata tetapi aku tidak berani menunjukkan wajahku padanya karena itu akan membuatku semakin dimarahi.
Suatu hari aku menceritakan masalahku ini pada guruku. Ketika pulang sekolah, aku menunggu kelas sepi dan kuhampiri Bu Musyarifah.
“Ada apa, Tika?” kata Bu Musyarifah ketika aku datang menghampiri mejanya.
“Bu, aku mau cerita boleh ga?” tanyaku.
“Boleh. Mau cerita apa?” tanya Bu Musyarifah keheranan sambil mengernyitkan alis.
“Bu, kenapa Ibu sering ngasih PR matematika?”
“Memangnya kenapa, Tika?” kata Bu Musyarifah yang semakin penasaran.
“Aku ga bisa matematika, Bu. Jadi, kalau ada PR matematika aku pasti selalu dibentak sama bapak kalau ga ngerti-ngerti dan kadang-kadang bapak jentulin kepalaku. Jadi, tolong Bu, jangan kasih PR matematika yang banyak,” kataku sambil mengingat saat-saat dimana aku dimarahi bapak.
“Ibu ngasih kalian PR justru agar kalian bisa lebih mengerti dan memahami matematika”, Bu Musyarifah memberi pengertian padaku.
“Bu, satu-satunya pelajaran yang paling aku benci itu matematika. Matematika itu memusingkan. Pasti semua orang di dunia ini ga suka deh sama matematika,” kataku sok tahu.
“Kata siapa? Buktinya sewaktu Ibu sekolah dulu, pelajaran yang paling Ibu sukai adalah matematika”.
“Kok bisa? Padahal kan matematika itu susah, Bu,” protesku.
“Pada awalnya, Ibu juga berpikir seperti kamu bahwa matematika itu susah tetapi Ibu dulu adalah orang yang penasaran dan ingin tahu. Kalau Ibu mengerjakan sesuatu dan Ibu belum mendapatkan hasilnya, Ibu akan mencobanya terus sampai bisa. Jadi, coba deh, kalau kamu mengerjakan matematika dan kamu belum menemukan hasilnya, jangan pernah menyerah. Lanjutkan sampai kamu bisa. Ketika Tika menemukan jawabannya, Tika akan merasa kepuasan tersendiri. Percaya deh sama Ibu,” kata Bu Musyarifah.
Kata-kata Bu Musyarifah itu yang mengubah pikiranku akan matematika. Ketika ada PR matematika, aku berusaha untuk mengerjakannya semampuku. AJAIB!! Kata-kata Bu Musyarifah ternyata benar. Ketika aku mendapatkan jawaban dari soal yang kuanggap sulit, ternyata hatiku merasa senang. Dan aku menginginkan saat-saat seperti itu lagi dan begitulah seterusnya. Dan kini matematika tidak lagi menjadi pelajaran yang kubenci. Bukan hanya itu saja, setelah pengambilan raporku dan aku naik kelas, bapak tidak lagi menjentulkan kepalaku meskipun bapak masih sering memarahiku. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi aku berpikir bahwa ketika bapak mengambil rapor kenaikan kelasku, Bu Musyarifah menceritakan apa yang aku katakana pada Bu Mus dan Bu Mus menasihati bapak.
Terima kasih Bu Musyarifah karena Ibu lah aku mencoba untuk tidak membenci matematika bahkan kini aku kuliah mengambil jurusan matematika.

T’rima kasihku kuucapkan
Pada guruku yang tulus
Kan kuingat s’lalu
Nasihat guruku
T’rima kasih kuucapkan